click

KlIK

Yours IP

ip information

Menanti Merek Cina

1:23 PM / Posted by whIE_Jayya /



Majalah Fortune Global top 500, yang memuat daftar perusahaan-perusahaan terbesar dunia, setiap tahunnya semakin banyak mencantumkan nama-nama Cina. Tetapi dalam daftar Interbrand top 1000 merek-merek terkenal di dunia, hingga sekarang, tidak ada satu pun merek Cina. Sebenarnya seberapa jauh perkembangan ekonomi di Cina? Bisakah Cina menjadi negara dengan merek-merek sendiri dan bukannya gudang kerja dunia saja?
Siapa yang berjalan sepanjang Wangfujing, pusat pertokoan terbesar ibukota Beijing, seolah mendapat kesan bahwa perkembangan ekonomi Cina sudah selesai. Pusat-pusat pertokoan mewah dipenuhi toko-toko terkenal. Klip iklan yang menarik memperkenalkan produk-produk terbaru di layar-layar televisi super lebar. Generasi trendy muda Cina memiliki hobi baru: shopping alias berbelanja.
Mana merek Cina Tetapi di antara iklan-iklan yang menarik perhatian, seperti Philips, Louis Vuitton, Nikon, McDonalds dan Samsung, ada satu yang kurang: merek-merek terkenal Cina.


Di salah satu hotel termahal di Beijing, di sudut jalan Wangfujing, saya bertemu dengan Liu Baocheng. Ia guru besar pemasaran pada Universitas untuk Bisnis Internasional dan Ekonomi di Beijing. Profesor ini juga punya perusahaan marketing sendiri. Ia membandingkan perkembangan sebuah merek dengan perkembangan individu. "Di tahap pertama seseorang harus bisa hidup dan berpenghasilan. Setelah itu ia harus memperluas ilmunya disusul pandangan hidup. Dan di urutan keempat keanggunan yang dikembangkan. Baru setelah itu orang bisa menciptakan merek."
Menurut Liu, walaupun Wangfujing menunjukkan kemewahan dan kemasyhuran, Cina masih belum memasuki tahap keempat perkembangan. Kendati demikian, sangatlah penting bagi Cina untuk mengembangkan mereknya sendiri. "Sebuah negara yang menanggapi dirinya dengan serius dan ingin ikut dalam perkembangan ekonomi dunia, harus bisa ikut dalam berbagai bidang. Dan itu, selain produksi, juga penelitian, perkembangan dan merek dagang."
Cabang pertama ekonomi, produksi memang giat dilakukan Cina. Siapa yang rajin membaca label barang, pasti tahu, hampir semua yang kita kenakan made in China.
Mebel Maaike Tjebbes, seorang pengusaha Belanda, bekerja untuk perusahaan Barat yang sengaja memproduksi barang-barang mereka di pabrik-pabrik Cina. Ia mengunjungi pabrik di mana senyawa campuran kayu dan sintetis, HKC, diproduksi. Senyawa itu digunakan untuk membuat mebel-mebel taman bagi banyak pabrik Barat.
Mesin-mesin di mana kayu dicampur dengan bahan sintetis dicampur dan dipres menjadi batangan, mengeluarkan asap seakan mereka akan meledak. Secara teratur menggelinding sebuah batangan baru dibarengi suara-suara berisik.
Menurut Tjebbes pabrik tidak hanya memproduksi bahan-bahan baku saja. Mereka juga melakukan penelitian dan perkembangan. "HKC adalah produk yang relatif baru dan masih terus berkembang. Di Eropa dan Amerika juga dilakukan penyelidikan dengan HKC. Tetapi di bidang ini, Cina bisa bersaing dengan Barat. Cukup banyak orang bisa melakukan penelitian dan pada akhirnya hargalah yang menentukan. Cina bisa melakukan penelitian jauh lebih murah dibandingkan Barat."
Selera Barat Tetapi penampilan produk, kemasan dan merek, untuk sementara masih di tangan Barat. "Pada saat produk-produk kami keluar dari pabrik, mereka tidak layak untuk ekspor. Pada umumnya semua itu ditentukan oleh penampilan, finishing touch dan kemasan. Mereka tidak bisa menyesuaikan dengan selera Barat."
Maaike Tjebbes menekankan kurangnya pengetahuan mengenai luar negeri. "Pimpinan pabrik ini pintar dan mengerti bisnis. Tetapi mereka belum pernah ke luar negeri dan saya kira dalam waktu lima tahun mendatang hal itu tidak akan terjadi. Jadi mereka tidak tahu bagaimana gaya hidup barat. Karena itu mereka tidak bisa menjual produk yang bisa dipasarkan."
Kurangnya pengetahuan mengenai luar negeri hanyalah sebagian dari masalah, demikian Liu Baocheng. Selain itu mereka juga kurang pengetahuan akan keluwesan serta kreativitas. Ini menurutnya dampak dari sistim pendidikan yang buruk dan tidak sesuai dengan perkembangan modern. "Para mahasiswa diajar menurut dan bukan untuk kreatif. Mereka belajar untuk menuruti perintah dan bukan inovasi. Pendidikan kendala terbesar bagi perkembangan ekonomi di Cina."
Walaupun begitu Liu masih punya harapan bahwa generasi Cina yang baru bisa mengatasi kekurangan ini. Caranya dengan bepergian dan mengikuti pendidikan di luar negeri. Karena laju ekonomi Cina tidak dapat dibendung lagi. "Beri Cina waktu sepuluh tahun, maka anda akan menjumpai cukup banyak merek Cina di pasar Belanda."
Majalah Fortune Global top 500, yang memuat daftar perusahaan-perusahaan terbesar dunia, setiap tahunnya semakin banyak mencantumkan nama-nama Cina. Tetapi dalam daftar Interbrand top 1000 merek-merek terkenal di dunia, hingga sekarang, tidak ada satu pun merek Cina. Sebenarnya seberapa jauh perkembangan ekonomi di Cina? Bisakah Cina menjadi negara dengan merek-merek sendiri dan bukannya gudang kerja dunia saja?
Siapa yang berjalan sepanjang Wangfujing, pusat pertokoan terbesar ibukota Beijing, seolah mendapat kesan bahwa perkembangan ekonomi Cina sudah selesai. Pusat-pusat pertokoan mewah dipenuhi toko-toko terkenal. Klip iklan yang menarik memperkenalkan produk-produk terbaru di layar-layar televisi super lebar. Generasi trendy muda Cina memiliki hobi baru: shopping alias berbelanja.
Mana merek Cina Tetapi di antara iklan-iklan yang menarik perhatian, seperti Philips, Louis Vuitton, Nikon, McDonalds dan Samsung, ada satu yang kurang: merek-merek terkenal Cina.
Di salah satu hotel termahal di Beijing, di sudut jalan Wangfujing, saya bertemu dengan Liu Baocheng. Ia guru besar pemasaran pada Universitas untuk Bisnis Internasional dan Ekonomi di Beijing. Profesor ini juga punya perusahaan marketing sendiri. Ia membandingkan perkembangan sebuah merek dengan perkembangan individu. "Di tahap pertama seseorang harus bisa hidup dan berpenghasilan. Setelah itu ia harus memperluas ilmunya disusul pandangan hidup. Dan di urutan keempat keanggunan yang dikembangkan. Baru setelah itu orang bisa menciptakan merek."
Menurut Liu, walaupun Wangfujing menunjukkan kemewahan dan kemasyhuran, Cina masih belum memasuki tahap keempat perkembangan. Kendati demikian, sangatlah penting bagi Cina untuk mengembangkan mereknya sendiri. "Sebuah negara yang menanggapi dirinya dengan serius dan ingin ikut dalam perkembangan ekonomi dunia, harus bisa ikut dalam berbagai bidang. Dan itu, selain produksi, juga penelitian, perkembangan dan merek dagang."
Cabang pertama ekonomi, produksi memang giat dilakukan Cina. Siapa yang rajin membaca label barang, pasti tahu, hampir semua yang kita kenakan made in China.
Mebel Maaike Tjebbes, seorang pengusaha Belanda, bekerja untuk perusahaan Barat yang sengaja memproduksi barang-barang mereka di pabrik-pabrik Cina. Ia mengunjungi pabrik di mana senyawa campuran kayu dan sintetis, HKC, diproduksi. Senyawa itu digunakan untuk membuat mebel-mebel taman bagi banyak pabrik Barat.
Mesin-mesin di mana kayu dicampur dengan bahan sintetis dicampur dan dipres menjadi batangan, mengeluarkan asap seakan mereka akan meledak. Secara teratur menggelinding sebuah batangan baru dibarengi suara-suara berisik.
Menurut Tjebbes pabrik tidak hanya memproduksi bahan-bahan baku saja. Mereka juga melakukan penelitian dan perkembangan. "HKC adalah produk yang relatif baru dan masih terus berkembang. Di Eropa dan Amerika juga dilakukan penyelidikan dengan HKC. Tetapi di bidang ini, Cina bisa bersaing dengan Barat. Cukup banyak orang bisa melakukan penelitian dan pada akhirnya hargalah yang menentukan. Cina bisa melakukan penelitian jauh lebih murah dibandingkan Barat."
Selera Barat Tetapi penampilan produk, kemasan dan merek, untuk sementara masih di tangan Barat. "Pada saat produk-produk kami keluar dari pabrik, mereka tidak layak untuk ekspor. Pada umumnya semua itu ditentukan oleh penampilan, finishing touch dan kemasan. Mereka tidak bisa menyesuaikan dengan selera Barat."
Maaike Tjebbes menekankan kurangnya pengetahuan mengenai luar negeri. "Pimpinan pabrik ini pintar dan mengerti bisnis. Tetapi mereka belum pernah ke luar negeri dan saya kira dalam waktu lima tahun mendatang hal itu tidak akan terjadi. Jadi mereka tidak tahu bagaimana gaya hidup barat. Karena itu mereka tidak bisa menjual produk yang bisa dipasarkan."
Kurangnya pengetahuan mengenai luar negeri hanyalah sebagian dari masalah, demikian Liu Baocheng. Selain itu mereka juga kurang pengetahuan akan keluwesan serta kreativitas. Ini menurutnya dampak dari sistim pendidikan yang buruk dan tidak sesuai dengan perkembangan modern. "Para mahasiswa diajar menurut dan bukan untuk kreatif. Mereka belajar untuk menuruti perintah dan bukan inovasi. Pendidikan kendala terbesar bagi perkembangan ekonomi di Cina."
Walaupun begitu Liu masih punya harapan bahwa generasi Cina yang baru bisa mengatasi kekurangan ini. Caranya dengan bepergian dan mengikuti pendidikan di luar negeri. Karena laju ekonomi Cina tidak dapat dibendung lagi. "Beri Cina waktu sepuluh tahun, maka anda akan menjumpai cukup banyak merek Cina di pasar Belanda."

0 comments:

Post a Comment